Rabu, 03 Mei 2017

Teologi Praktika



Pemahaman Hidup Persekutuan Gereja (Koinonia)
I.                   Pendahuluan
Gereja merupakan tempat persekutuan untuk orang percaya dalam kerajaan Allah dalam tujuan untuk memberitakan firman Tuhan. Banyak para ahli Teolog dalam mengenai persekutuan Gereja. Karena bahwa manusia berpikir bukan beranggapan tentang Allah akan tetapi berpegang pada prinsip sendiri. Allah adalah merupakan pemimpin atau kepala Gereja, karena dia mengutus Anak-Nya yaitu Yesus Kristus dalam mengajari dan mempersekutukan umat-Nya. Semoga sajian ini dapat bermanfaat bagi setiap yang membaca.

II.                Pembahasan
2.1. Pengertian Gereja
Kata “Gereja” berasal dari kata Portugis “Igreya”, jika mengingat cara pemakaiannya sekarang ini adalah terjemahan dari kata Yunani yaitu “kyriaké”, yang berarti yang menjadi milik Tuhan. Adapun yang dimaksud dengan “milik Tuhan” adalah “Orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juruslamat. Jadi yang dimaksud dengan “Gereja” adalah persekutuan para orang beriman.[1] Dalam pengertian lain juga “Gereja” atau “Jemaat” adalah Persekutuan Kristen didunia Yunani-Romawi abad pertama M. Ada banyak persekutuan atau masyarakat keagamaan. Namun umat Kristen mengambil alih-alih kata “Ekklesia” dari *LXX, kata ini merupakan kata biasa dalam bahasa Yunani Klasik untuk suatu kumpulan orang yang berkumpul atas panggilan pembawa berita, dan memang digunakan dalam Kis. 19:32, untuk suatu persekutuan sekuler.[2] Menurut Abineno, bahwa pengertian “Gereja” ada dua yaitu, Gereja adalah persekutuan orang-orang yang dipilih, dipanggil dan ditempatkan di dunia untuk melayani Tuhan dan melayani manusia. Gereja merupakan juga umat Allah yang dipanggil keluar dari dalam kegelapan menurut terang-Nya yang ajaib untuk memberitakan perbuatan-Nya yang besar (1 Petrus 2:9).[3]
2.2. Pengertian Koinonia
Koinonia adalah berasal dari kata Yunani “κοινωνία” yang berarti persekutuan dengan partisipasi intim. Kata ini sering digunakan dalam Perjanjian Baru dari Alkitab untuk menggambarkan hubungan dalam gereja Kristen perdana serta tindakan memecahkan roti dalam cara yang ditentukan Kristus selama perjamuan Paskah (John 6:48-69, Matius 26: 26-28, 1 Korintus 10:16, 1 Korintus 11:24). Akibatnya kata tersebut digunakan dalam Gereja Kristen untuk berpartisipasi, seperti kata Paulus, dalam Persekutuan - dengan cara ini mengidentifikasi keadaan ideal persekutuan dan masyarakat yang harus ada – Komuni (persekutuan).[4] Dengan kata lain “Persekutuan orang kudus” adalah adalah “Communio Sanctorum”. Kata Sanctorum dapat berasal dari kata “Sancta”, yaitu barang-barang kudus (Sakramen), atau dari kata “Sanctus”, yaitu orang-orang kudus.[5]

2.3. Pentingnya Berkoinonia
Gereja-gereja di Indonesia banyak berkata-kata tentang “Pemberitaan Injil” sebagai istilah atau ungkapan lain dari pembangunan dan pertumbuhan yang ekstensif dari Gereja. Untuk pelayanan ini Gereja-gereja mempunyai motivasi yang berbeda-beda. Sekarang bagi Gereja-gereja dalam melihat pelayanan yang penting sebagai pelayanan mereka bersama. Yang lebih penting ialah pertanyaan: “Apakah Gereja-gereja benar-benar-benar berfungsi sebagai persekutuan-persekutuan yang benar-benar melayani Allah dan benar-benar melayani manusia?”, maksud dari pertanyaan ini bukan saja dalam perjalanan menuju masa depan, tidak lupa menyelidiki diri dan dalam melayani, tetapi terutama supaya mendorong kepada pembaharuan, yang harus terus menerus diusahakan.[6]
2.4. Jenis-jenis Persekutuan (Koinonia)
2.4.1.      Persekutuan dalam Kristus (Koinonia Kristus)
“Mengenal Dia” berarti mengenal kuasa kebangkitan-Nya dan mengenal partsipasi dalam penderitaan-Nya. Maksudnya, mengetahui apa arti mengambil bagian dalam penderitaan Kristus. Dengan kata Koinonia disini di ungkapkan pengalaman kesatuan dengan Kristus. Mengenai Koinonia dengan Kristus, kiranya juga harus digolongkan 1 Korintus 10:16.18.20, yang berbicara mengenai koinonia dalam ekaristi. Dalam ayat ini sudah dijelaskan tentang dalam berkoinonia. Ekaristi berarti “Koinonia” dengan darah Kristus, dan dengan tubuh Kristus (ay.16). Dan dalam “Israel menurut daging”, mereka yang makan korban, bersekutu (koinonie eisin) dengan altar (ay. 18). Maksudnya, dengan perjamuan korban orang masuk kedalam persekutuan altar. Hal itu berarti “Makan dihadapan Tuhan” (Ul. 12:7). “Tubuh dan Darah” sebagai istilah Ekaristis menunjuk kepada Kristus yang hadir dalam perayaan Ekaristi. Maka kata Koinonia dalam 1 Kor. 10:16 harus diartikan sebagai partisipasi sakramental dalam diri Kristus yang mnyerahkan diri.[7]
2.4.2.      Persekutuan dalam Roh Kudus (Koinonia Roh Kudus)
Kasih Karunia Kristus adalah cinta kasih Allah, yang dicurahkan dalam hati oleh Roh Kudus. Dalam arti ini “Kasih Karunia Kristus” yaitu Cinta Kasih Allah dan Koinonia (dalam arti partisipasi) Roh Kudus memang sama dan pantas disejajarkan (Rom. 5:5). Disini juga ada “Koinonia Roh” pada temapt yang ketiga, disamping  nasihat dalam Kristus dan penghiburan kasih. Kesatuan umat selalu merupakan hasil karya Roh. Tetapi justru karena itu harus ditanyakan apakah Koinonia disini berarti partisipasi (sepeti dalam 2 Kor. 13:13) atau lebih persekutuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Dalam konteks barangkali kata “persekutuan lebih cocok, dalam arti persekutuan antara Paulus dengan jemaat.[8]
2.4.3.      Persekutuan dalam Jemaat (Koinonia Jemaat)
Kata Koinonia terutama untuk mengungkapkan kesatuan antara para anggota jemaat, khususnya antara Paulus dan jemaat. Disini paling jelas kelihatan bahwa kata koinon diungkapkan suatu partisipasi bersama, mengambil bagian dalam obyek yang sama. Obyek itu berbeda-beda dapat dibagi lima: Kebersamaan dalam Iman, Pewartaan, Karya, Penderitaan, dan Barang Material:[9]
a.       Kebersamaan dalam Iman
Dengan amat jelas Flm 6 berbicara mengenai “he koinonia tes pisteos”, yang dapat diterjemahkan sebagai “Persekutuan dalam iman” atau “Persekutuan berdasarkan iman”(bnd. Fil. 2:1). Mungkin disini juga dapat diikutsertakan Fil 1:7, mendapat bagian dalam kasih karuniaKu, tergantung bagaimana “kasih karunia” diartikan. Melihat konteksnya, khususnya ay 5, mungkin dimaksudkan karya kerasulan Paulus atau juga penderitaannya. Tetapi mungkin juga mengartikan “Kasih Karunia” secara umum berarti Iman.
b.      Pewartaan
Partisipasi dalam karya kerasulan Paulus dengan lebih jelas dirumuskan dalam (Fil 1:5) “Persekutuanmu dalam pemberitaan Injil”. Disini ada dua kemungkinan: “Persekutuan dengan Paulus dalam pewartaan Injil” atau “Persekutuan dengan jemaat Filipi berdasarkan Injil. Kebanyakan ada yang memilih yang pertama. Hal itu Koinonos-ku dan untuk teman sekerja. Koinonos berarti teman, tetapi dari paralelisme dengan synergos (rekan, teman sekerja) kelihatan bahwa hubungan persahabatan antara Paulus dan Titus terwujudkan pertama-tama dalam tugas pewartaan. Bahwa ini bukan suatu relasi yang fungsional saja (1 Kor. 9:23), dimana Paulus berkata dirinya sendiri: “Segala-galanya kubuat bagi Injil, supaya aku mendapat bagian didalamnya”. Maka diungkapkan gagasan bahwa sebagai pewarta ia mengambil bagian sendiri dalam keselamatan Injil, bersama dengan orang yang menerima Pewartaannya (bnd. ay 27).
c.       Karya
Kata Koinonia mencakup realita kehidupan seluruhnya, dalam hal ini tertera juga dari Gal. 2:9: “Yakobus, Kepas dan Yohanes...dengan aku dan Barnabas berjabat tangan (tanda) Koinonia”. Dengan latar belakang perselisihan antara Paulus/Antiokhia dan Yerusalem jelaslah bahwa jabat tangan ini mempunyai arti yang amat mendalam. Yang dimaksudkan disini bukan hanya persekutuan antara Paulus dan Petrus, tetapi antara Antiokhia dan Yerusalem.
d.      Penderitaan
Dalam hal penderitaan dimaksudkan disini kesenasiban dengan Paulus sendiri 2 Kor. 1:7: “Kami tahu, bahwa sama seperti kamu mengambil bagian dalam penderitaan kami, begitu juga dalam penghiburan”. Sama halnya dalam Fil. 4:14: “baik juga juga perbuatanmu dengan mengambil bagian dalam kesusahanku”. Dalam jemaat orang Filipi partisipasi ini jelas menyangkut dalam membantu dalam penderitaan Paulus.
e.       Barang Material
Bantuan yang diberikan oleh jemaat Filipi 4:15, mungkin diartikan secara umum disini sebagai “kamulah jemaat yang membagi harta dengan aku”. Lebih khusus dalam Gal. 6:6: “Baiklah, kalau yang menerima pengajaran firman dan yang memberikannya dalam segala hal saling membagikan (koinoneito)”. Prinsip itu dalam Rom. 15:27 diterapkan pada kolekte yang diadakan dalam jemaat-jemaat di Yerusalem. “jika bangsa-bangsa (kafir) telah beroleh bagian dalam (harta) rohani mereka (orang-orang kudus di Yerusalem). Dan yang dimaksudkan barangkali bantuan kepada orang yang miskin dikalangan jemaat sendiri.
2.5.  Persekutuan dalam Gereja
Gereja adalah tempat persekutuan orang-orang yang telah dipanggil dan disucikan oleh Allah melalui karya penebusan Yesus di kayu salib dan diutus kedalam dunia untuk mempersaksikan Yesus Kristus.[10] Gereja sebagai “tubuh Kristus” berarti didalam ada hubungan yang serasi antara Kristus sebagai kepala, Gereja sebagai tubuh dan sesama anggota tubuh. Gereja sebagai tubuh Kristus terdiri dari berbagai macam bentuk anggota akan tetapi semua macam-macam anggota tersebut telah dipersatukan dalam tubuh Kristus adalah saling mengasihi, saling membantu dan saling menghormati dan saling merendahkan diri di hadapan Tuhan. Gereja sebagai tubuh Kristus dan Kristus sebagai kepala tentu ada yang menghubungkan dan mempersatukan yaitu Roh Kudus. Hubungan kepala dan tubuh harus selalu terkordinir agar pertumbuhan tubuh itu sehat dan baik. Gereja hanya dapat menjadi sehat dan berguna apabila hanya Kristus benar-benar menjadi kepala setiap warga dan segala perilaku kehidupannya, membiarkan diri diatur oleh-Nya sebagaimana setiap bagian tubuh yang sehat patuh kepada Yesus Kristus sebagai kepala adalah pemegang kendali pemerintahan sekaligus menjadi tujuan, sehingga apapun yang dilakukan oleh tubuh (Gereja), semata-mata untuk kepala Gereja sebagai tubuh Kristus tersangkut dengan persekutuan sesama.[11]
2.6. Hubungan Teologi Praktika dengan “Koinonia”
Dalam Teologia Praktika merupakan relasi antara Kerajaan Allah dan dunia. Gereja adalah tempat atau ruang, dimana kedua realitas antara Kerajaan Allah dan dunia saling bertemu. Gereja berada didunia bukan untuk dirinya sendiri. Dalam segala tindakannya ia erat berhubungan dengan Kerajaan Allah dan dunia. Dalam hubungan tugas Teologi Praktika ialah merumuskan hal ini bagi Gereja. Theologia Praktika, menurut dia, ialah “ajaran tentang pengrealisasian yang benar dari Kerajaan Allah didalam Gereja didalam dunia. Menurut “Bonhoefer” antara Gereja dan dunia ada suatu hubungan. Gereja sebagai tubuh Kristus bertugas untuk memberitakan firman Allah kepada dunia. Tanpa dunia Gereja saja yang membutuhkan dunia. Dunia juga membutuhkan Gereja, sebab hanya dalam Gereja ia menemukannya maksudnya. Dalam Teologi Praktika dengan persekutuan yaitu kata “Syalom” sangat luas artinya, sehingga tidak dapat di defenisikan, tapi hanya dapat diterangkan. Untuk dapat menterjemahkan Syalom harus memakai rupa-rupa perkatan: Persekutuan, Keadilan, Kebenaran, Perdamaian, Kesejahteraan, Kebahagiaan, Kesukaan.[12]

III.             Refleksi Teologis
Dalam mengenai Pemahaman hidup dalam Koinonia adalah persekutuan antara Gereja. Karena Gereja adalah tubuh Kristus dan Kristus sebagai kepala bagi Gereja. Manusia dipilih untuk memberitakan firman-Nya dalam dunia. Dalam Allah memangil umat-Nya kepada Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia (1 Korintus 1:9). Dalam berkoinonia kita perlu merefleksikan diri untuk bersekutu dengan Allah. Mengenai dunia persekutuan ada Roh penghibur kasih dalam persatuan Kristus, disini kita akan mendapat belas kasih dari Allah (Filipi 2:1). Kehidupan didunia banyak penderitaan mengalami serupa dengan bersekutu dengan Allah (Filipi 3:10). Tetapi dalam bersekutu untuk melayani Allah memang harus hidup dalam terang, terang yang dimaksud adalah terang kepada orang lain itulah uang mnyucikan segala dosa kita (1Yohanes 1:7).

IV.             Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat kami menyimpulkan bahwa Pemahaman hidup tentang bersekutu bahwa berkoinonia disini adalah mepunyai hubungan erat dengan Allah. Bahwa dalam persekutuan dalam Gereja mempunyai juga dengan tubuh Kristus. Bahwa bersekutu dalam Tuhan harus mengalami penderitaan dihidupnya, bahwa Allah adalah kepala dari Gereja, karena itu kita harus benar-benar dalam memberitkan firman-Nya. Ketika kita dalam bersekutu bukan hanya dengan Allah saja tetapi juga dalam dunia, karena dunia adalah penyampaian kita dalam Kerajaan Allah.

V.                Daftar Pustaka
..., Satu Tuhan Satu Umat?, Yogyakarta: Kanisius, 1988
Abineno J.L. Ch, Garis-garis Besar Hukum Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1997
Abineno J.L. Ch, Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2003
Abineno J.L. Ch, Sekitar Theologia Praktika, Jakarta: BPK-GM, 1998
Browning W.R.F, Kamus Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2011
Collius O dan Edward, Kamus Teologia, Yogyakarta: Kanisius, 2000
Fulkos Prancis, Ephession Commentary Interversity Press Leicester, England: 1983
Van Niiftrik G.C. & Boland B.J., Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK-GM, 2008
Wadiwijono Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2014

[1]Harun Wadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2014), 362
[2]W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 118
[3]J.L. Ch. Abineno, Garis-garis Besar Hukum Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 1997), 2
[4]O Collius dan Edward, Kamus Teologia, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 198
[5]Harun Wadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2014), 380
[6]J.L. Ch. Abineno, Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 210-212
[7]..., Satu Tuhan Satu Umat?, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), 58-59
[8]Ibid, 59
[9]Ibid, 61
[10] G.C. Van Niiftrik & B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK-GM, 2008), 358
[11]Prancis Fulkos, Ephession Commentary Interversity Press Leicester, (England: 1983), 108
[12]J.L. Ch. Abineno, Sekitar Theologia Praktika, (Jakarta: BPK-GM, 1998), 13-25

Tafsiran Perjanjian Baru (Matius 25:14-30)



Menafsirkan Kitab Matius 25:14-30
(Metode Historis-Kritis)
I.                   Pendahuluan
Injil Matius 25:14-30 dinyatakan bahwa seseorang yang menerima talenta. Dalam hal ini bagaimana memperoleh talenta itu dengan mempunyai laba. Dengan metode Historis Kritis ini kita akan mengetahui lebih jelas maksud dari talenta tersebut.

II.                Pembahasan
2.1. Pengertian Metode Historis Kritis
Historis Kritis merupakan salah satu penafsiran Alkitab yang menggunakan perpektif sejarah sebagai alat utama untuk menemukan makna yang terkandung dalam suatu teks Alkitab.[1] Historis Kritis secara umum dapat didefenisikan sebagai suatu usaha untuk mendapatkan informasi mengenai setting dari suatu cerita dengan tujuan untuk memberikan pertanggungjawabkan historis yang akurat mengenai apa yang sesungguhnya terjadi pada teks yang dipertanyakan tersebut.[2] Jadi dapat disimpulkan bahwa metode hostoris kritis merupakan sebuah metode yang sangat diperlukan untuk menggali kebenaran Alkitab tersebut dari segi sejarahnya. Historis Kritis juga sering disebut higher criticsm yang mempertanyakan tentang penulisan dan waktu penulisan, kategori-kategori sastranya.[3]
2.2. Tujuan Metode Historis Kritis
Dalam kalangan tafsir Perjanjian Baru, tujuan metode historis kritis adalah agar kita mengetahui apa yang dikatakan pengarang abad pertama dalam bahasa Yunani kepada pembaca aslinya karena kita tahu bahwa PB tidak ditujukan langsung kepada kita.[4]
2.3.Analisa Redaksi
2.3.1.      Latar Belakang Kitab Matius
Kitab Matius mempunyai amanat tentang "Kabar Baik" (injil; bahasa Inggris: gospel) bahwa Yesus adalah Raja Penyelamat yang dijanjikan oleh Tuhan, ini dapat terlihat melalui contoh Doa Bapa Kami. Melalui Kerajaan Allah inilah Yesus Kristus akan memulihkan kondisi Bumi dan kehidupan umat manusia. Oleh karena itu, hal inilah yang akan menjadi kesaksian bagi semua bangsa, barulah akhir sistem dunia ini berakhir. Melalui Yesus itulah Tuhan menepati apa yang telah dijanjikan-Nya di dalam Perjanjian Lama kepada umat-Nya. Sekalipun Yesus lahir dari orang Yahudi dan hidup sebagai orang Yahudi, namun Kabar Baik itu bukanlah hanya untuk bangsa Yahudi saja melainkan untuk seluruh dunia.[5]
2.3.2.      Penulis, Waktu dan Tempat Penulisan Kitab Matius
Para ahli umumnya berpendapat, bahwa Injil ini dikarang oleh Matius sendiri, sebab dalam banyak hal Injil Matius mengambil alih isi Injil Markus dengan cara hampir harfiah (bnd. Mat. 14:22-27 dan Mrk. 6:45-50). Para ahli Perjanjian Baru biasanya berpendapat bahwa Injil Matius di karang di Siria, dimungkinkan karena Rasul Matius pernah bekerja di daerah itu, sehigga jemaat-jemaat Kristen menghormati Matius sebagai “seorang bapak”. Dalam tradisi Gereja berabad-abad lamanya menunjukkan Rasul Matius bekas pemungut cukai menjadi pengarang Injil. Matius adalah murid Yesus, jadi ia menyaksikannya dengan mata dan telinganya sendiri, sehingga penyaksi mata, ia tidak bersandar kuat dengan sumber-sumber lain. Namun jika sumber-sumber tradisi Gereja itu diperiksa (Ireneus, Origenes, Eusebius,Hieronynus), semuanya akan berbicara tentang seseuatu Injil dalam bahasa Aram, dan Injil yang dimiliki menurut para ahli bukanlah terjemhan, melainkan karangan Yunani asli.[6] Kutipan-kutipan Injil dalam karya para penulis Gereja yang pertama seperti Papias dan Ignatius sangat menyerupai ayat-ayat dalam Injil Matius, dan ini menunjukkan bahwa Injil yang pertama ini mungkin pilihan jemaat Siria Yahudi. Lagipula Gereja di Antiokhia adalah Gereja yang mempunyai anggota pertama bukan Yahudi dalam jumlah yang lumayan yang berbicara dalam bahasa Aram maupun Yunani. Maka dapat diperkirakan bahwa Injil Matius sekitar tahun 70 dan disebarluaskan oleh mereka yang bekerja dari Gereja Antiokhia.[7]
Keputusan: Para Penafsir menyetujui bahwa penulis Injil Matius sekitar tahun 70 SM di Antiokhia.
2.3.3.      Tujuan Penulisan Kitab
Injil Matius ditulis dengan tujuan untuk meyakinkan dengan sistematis dan dengan penuh hormat bahwa Yesuslah Mesias yang sudah dijanjikan oleh Allah dalam Perjanjian Lama. Didalam Dia Kerajaan Allah telah datang, dan nanti akan berkembang sampai kepada kesudahan alam. Barangsiapa yang menerima Dia, ia menjadi anak Kerajaan Sorga, terang dunia.[8] Perlu dipahami bahwa Injil Matius adalah Kitab yang ditulis untuk orang-orang Yahudi yang berdiaspora tepatnya disekitar wilayah Siria. Kitab ini ditulis untuk meyakinkan orang-orang Yahudi pula atau ditujukan kepada orang Yahudi namun Non-Yahudi pun memperoleh bagian karena kebebalan orang Yahudi.[9]
2.3.4.      Ciri-ciri Kitab[10]
Tujuh ciri utama menandai Injil ini:
1.      Kitab ini merupakan Injil yang mencolok sifat ke-Yahudiannya.
2.      Ajaran dan pelayanan Yesus di bidang penyembuhan dan pelepasan disajikan secara paling teratur. Karena hal ini, maka pada abad kedua Gereja sudah mempergunakan Injil ini untuk membina orang yang baru bertobat.
3.      Kelima ajaran utama berisi materi yang terluas di dalam keempat Injil yang mencatat pengajaran Yesus:
Ø  selama pelayanan-Nya di Galilea.
Ø  mengenai hal-hal terakhir (Eskatologi).
4.      Injil ini secara khusus menyebutkan peristiwa dalam kehidupan Yesus sebagai penggenapan Perjanjian Lama jauh lebih banyak daripada kitab lain di Perjanjian Baru.
5.      Kerajaan Sorga dan Kerajaan Allah disebutkan dua kali lebih banyak daripada Kitab lain di Perjanjian Baru.
6.      Matius menekankan:
Ø  Standar-standar kebenaran dari Kerajaan Allah (Mat 5-7).
Ø  Kuasa kerajaan itu atas dosa, penyakit, setan-setan, dan bahkan kematian.
Ø  Kejayaan kerajaan itu pada masa depan dalam kemenangan yang mutlak pada akhir zaman.
7.      Hanya Injil ini yang menyebutkan atau menubuatkan gereja sebagai suatu wadah yang menjadi milik Yesus di kemudian hari (Mat. 16:18; Mat. 18:17).
2.3.5.      Kritik Sastra
Kelima Kitab Perjanjian Baru yang pertama, Matius, Markus, Lukas, Yohanes, dan Kisah Para Rasul berisi sejarah. Semuanya menceritakan kisah menggambarkan kehidupan serta karya pelayanan Yesus dipandang dari sudut pandangan yang berbeda-beda.[11] Gaya bahasa mendapat perhatian Matius. Bahasa Markus pada umumnya bersifat sederhana, bahasa rakyat. Matius memperindah bahasa itu sesuai dengan septuaginta, sehingga lebih layak untuk dibaca.[12] Dengan kata lain, bahasa yang digunakan dalam nats adalah gaya bahasa yang sama seperti yang digunakan dalam Kitab Markus, tetapi Matius memperhalus bahasa yang digunakan dalam Markus, sehingga bahasa yang digunakan dalam Kitab Matius lebih mudah dimengerti dan dipahami oleh pembaca, sehingga kesederhanaan bahasa itulah yang tetap dipertahankan oleh penulis Kitab Matius sebagai gaya bahasa nats tersebut. Dan bahasa yang digunakan dalam nats ini adalah bahasa Aram sebagai bahasa pergaulan.[13]
2.3.6.      Kritik Bentuk
Bahan-bahan Injil Matius, Markus, dan Lukas maka dilihat bahwa ketiga Injil memiliki sejumlah besar bahan yang sama antara satu dengan yang lainnya. Itu bisa terlihat dalam perikop, alur cerita, bahkan kesamaan dalam susunan kalimat. Kadang-kadang satu laporan tentang ucapan, pengajaran (Perumpamaan) dan perbuatan Yesus sama-sama dilaporkan oleh ketiga Injil ini.[14]
2.3.7.      Kritik Sumber
Disamping kutipan-kutipan Markus, banyak bahan dalam Injil yang juga terdapat dalam Injil Lukas. Bahan-bahan ini dianggap berasal dari satu sumber yang sama-sama dipakai oleh Matius dan Lukas. Dikalangan ahli Alkitab sumber ini dianggap sebagai sumber Q. Corak dan isi Q tidak dapat ditentukan dengan pasti. Dalam menggunakan Q, yang sebagaian besar terdiri dari ucapan-ucapan, kelihatannya Matius, yang memberi tekanan penting terhadap ucapan-ucapan Yesus, lebih merasa bebas mengubah urutan ayat-ayatnya; sedangkan bilamana ia menggunakan Injil Markus yang pada dasarnya terdiri dari cerita-cerita, ia tidak berbuat demikian. Disamping ayat-ayat yang berasal dari kedua sumber utama ini (Markus, 500 ayat; Q, 250 ayat), ada lagi lebih dari 300 ayat dalam Injil Matius. Ayat-ayat ini adalah khas Matius dan dikenal sebagai M. Sifat-sifat khasnya dalam Injil Matius terutama berasal dari ayat-ayat ini, yang mungkin berasal dari kumpulan cerita dari mulut kemulut (tradisi lisan) yang sampai kepada Matius. Kutipan-kutipan dari PL yang diperkenalkan dengan suatu rumusan khas.[15]

2.3.8.      Kritik Tradisi
Injil Matius sangat berwarna Yahudi. Perhatiannya yang khusus adalah penempatan Yesus dari Nazaret dalam tradisi umat pilihan Allah dan menunjukkan bagaimana Yesus memperbaharui ikatan dengan tradisi-tradisi ini dan membawanya kepada pemenuhannya. Matius bersusah payah menunjukkan bagaimana peristiwa tertentu dalam kehidupan Yesus memenuhi nubuat-nubuat Perjanjian Lama, melalui kisah sengsara dan kematian Yesus, Matius meyakinkan bahwa peristiwa-peristiwa yang mengerikan itu adalah kehendak Allah seperti diungkapan dalam Perjanjian Lama. Jati diri umat Allah juga terungkap dalam ketegangan antara tradisi dan hal-hal baru. Matius tidak ragu-ragu menganggap Israel adalah sebagai Alkitab, dan karenanya, tekanan besar dari Injilnya menunjukkan kesinambungan antara Israel Lama dan dan Israel Baru yang dilaksanakan Allah dalam Yesus Kristus.[16]
2.4. Struktur Kitab[17]
v  Cerita kelahiran
v  Pembaptisan dan pelayanan mula-mula
v  Khotbah di Bukit (5–7)
v  Penyembuhan dan Mujizat


v  Instruksi untuk para murid sebagai misionaris
v  Respon untuk Yesus
·         Yesus memberi makan lima ribu orang (14:13–21)
v  Kehidupan dalam komunitas Kristen
v  Yesus di Yerusalem
v  Yesus dihakimi, disalib, mati, dikuburkan, lalu dibangkitkan
2.5. Sitz Im Lebenz
v  Konteks Agama
Dari orang-orang Romawi, agama juga memiliki kedudukan sentral. Mereka memiliki kepercayaan kepada dewa-dewi, bahkan Kaisar dianggap dewa. Agama primitif pada awalnya adalah aninisme. Beberapa upacara dan perayaan daerah masih bertahan hingga sekarang dipara petani di Italia dan Yunani. Secara umum ada lima jenis agama yaitu Patheon Romawi Yunani, agama-agama rahasia, pemujaan alam gaib dan filsafat-filsafat.[18] Diantara agama-agama lain dalam negara Romawi pada abad yang pertama, Yudaisme menempati suatu tempat khusus yang menjadi agama nasional dan berasal dari agama Yahudi. Para pengikutnya tidak diperkenankan untuk menyembah atau bahkan mengakui keberadaan Tuhan dan ilah-ilah lain.[19] Dalam Perjanjian Baru agama negara menjadi semakin penting yaitu pemujaan kaisar dan ibukota Roma yang didewakan.[20]
v  Konteks Politik
Situasi politik dalam konteks Matius ini, tidak terlepas dari kekuasaan kekaisaran Romawi yang selama memerintah tidak pernah memerintah dengan baik. Sejak pemerintahan Kaisar Nero sampai pada Kaisar Vespasianus orang Yahudi sangat diperlakukan sangat kejam. Kaisar yang memerintah pada taahun 69 adalah Vitelis yang diakui oleh senat tetapi dia tidak mampu mengendalikan pasukannya, maupun menciptakan pemerintahan yang mantap. Tentara wilaah Timur turut campur dalam urusan pemerintahan pusat dan mengangkat Jendral mereka, Vespasianus sebagai Kaisar. Pada saat itu Vespasianus yang terlibat dalam suatu peperangan di Yerusalem. Kemudian dia menyerahkan kepimpinannya di Yerusalem ketangan Titus, Putranya dengan membawa 80.000 tentara. Tentunya menimbulkan banyak korban jiwa pada peristiwa itu. Hal ini disebabkan karena pemerintahan Romawi yang sangat refresif  sehingga menimbulkan pemberontakan.[21] Pada zaman Matius ini kaisar yang memerintah ialah Kaisar Vespasianus yaitu kaisar yang menggantikan Kaisar Nero. Kaisar Vespasianus menduduki takhtanya pada tahun 69-79 SM.[22]
v  Konteks Sosial-Budaya
Didalam konteks sosial adalah dikalangan Yudaisme maupun orang-orang kafir, terdapat kelompok kaum ningrat yang kaya. Dalam Yudaisme kaum ningrat itu adalah kelompok alim ulama yang sebagian besar terdiri dari keluarga para imam dan para rabi. Hal yang sangat kontras terlihat pada stratifikasi sosial yang tinggi antara orang kaya dan orang miskin. Dalam stratifikasi sosial itu terdapat banyak-banyak golongan-golongan kaum ningrat, kaum menengah, rakyat jelata.[23] Kebudayaan yang dimaksudkan dalam konteks Injil Matius ini ialah budaya “Helenis”. Helenis yang dimaksud yaitu bahasa dan peradaban Yunani mendapatkan tempat yang tertinggi dalam kehidupan zaman ini.[24] Kebudayaan Helenis adalah kebudayaan Yunani yang mencapai tingkat tinggi di Athena. Kebudayaan ini memberi ciri khas pada seni perdagangan dan gaya berpikir diantara Yunani sesuai dengan pengaruh kebudayaan Athena.[25]
v  Konteks Ekonomi
Memang pada umumnya Negara Roma cukup toleran dan membiarkan wilayah jajahannya mengurus perkaranya sendiri, daerah jajahan ini tidak melakukan pemberontakan dan membayar upeti. Dalam hal itu tergantung pada Raja dan pemerinthan setempat dalam pengaturan pembayaran pajak kepada pemerintah pajak kepada pemerintah pusat.[26] Situasi dalam kehidupan ekonomi ini antara lain adalah:
Ø  Pertanian
Di Italia terdapat tanah-tanah yang luas yang disewakan oleh pemiliknya pada petani penggarap atau petani bagi hasil, dan yang ditumbuhi oleh hampir semua jenis-jenis buah-buahan dan biji-bijian yang dapat ditanam.
Ø  Industri
Barang-barang harus dihasilkan oleh tenaga manusia. Pada umumnya pabrik-pabrik merupakan perusahaan pribadi yang menggunakan tenaga budak. Toko-toko kecil adalah suatu kelaziman bukan perkecualian. Barang-barang tertentu dihasilkan oleh daerah-daerah tertentu.
Ø  Keuangan
Banyak kota dalam dalam Negara Romawi yang diberi hak mencetak uang mereka sendiri, dan mata uang negeri-negeri yang dikalahkan tidak ditarik dari peredarannya sehingga dalam negara berlaku pelbagai jenis mata uang secara bersama-sama.
Ø  Pengangkutan dan Perjalanan
Ada orang yang menempuh perjalanan yang melelahkan ini dengan berjalan kaki. Ada yang mengendarai Keledai. Mereka yang lebih kaya menggunakan Kuda atau Bagal, dan para pejabat atau tokoh masyarakat berpergian dengan Kereta Kuda. Lalu Lintas perdagangan biasanya lebih banyak berlangsung di laut daripada di darat. Laut Tengah dipenuhi oleh pelabuhan-pelabuhan yang baik dan tidak pernah sepi dari pelayaran sepanjang musim. Alexandria adalah pelabuhan terpenting, karena merupakan jalan masuk hasil biji-bijian dari Mesir.[27]
2.6. Analisa Teks
2.6.1.      Perbandingan Bahasa
Ayat 14
LAI                      : Berpergian
Bibel                    : Laho (Pergi)
NIV                      : Journey (Perjalanan)
NTG                    : ταξίδι (Perjalanan)
Keputusan          : Yang mendekati NTG adalah NIV
Ayat 15
LAI                      : Kesanggupannya
Bibel                    : Gogona (Kekuatannya)
NIV                      : Ability (Kemampuan)
NTG                    : ικανότητα (Kekuatannya)
Keputusan          : Yang mendekati NTG adalah Bibel
Ayat 16                : Tidak ada perbedaan yang signifikan
Ayat 17                : Tidak ada perbedaan yang signifikan
Ayat 18
LAI                      : Menggali
Bibel                    : Dihali (Digali)
NIV                      : Burrow (Menggali)
NTG                    : τρυπώνω (Menggali)
Keputusan          : Yang mendekati NTG adalah LAI NIV
Ayat 19
LAI                      : Mengadakan
Bibel                    : Mardabudabu (Melaksanakan)
NIV                      : Carry on (Meneruskan)
NTG                    : συνέχισε (Melaksanakan)
Keputusan          : Yang mendekati NTG adalah Bibel
Ayat 20
LAI                      : Menerima
Bibel                    : Manjalo (Menerima)
NIV                      : Receive (mendapatkan)
NTG                    : λαμβάνω (Menerima)
Keputusan          : Yang mendekati NTG adalah LAI dan Bibel
Ayat 21
LAI                      : Memberikan
Bibel                    : Pasahaton (Menyampaikan)
NIV                      : Submit (Menyerahkan)
NTG                    : δίνω (Menyerahkan)
Keputusan          : Yang mendekati NTG adalah NIV
Ayat 22                : Tidak ada perbedaan yang signifikan
Ayat 23
LAI                      : Hai Hambaku
Bibel                    : Ale Naposo (Hai Hambaku)
NIV                      : Servant Me (Hambaku)
NTG                    : υπηρέτης μου (Hambaku)
Keputusan          : Yang mndekati NTG adalah NIV
Ayat 24
LAI                      : Menabur
Bibel                    : Panuananmu (Menabur)
NIV                      : Disseminate (Menyebarkan)
NTG                    : συς (Menabur)
Keputusan          : Yang mendekati NTG adalah Bibel dan LAI
Ayat 25
LAI                      : Menyembunyikan
Bibel                    : Mambunihon (Menyembunyikan)
NIV                      : Conceal (Merahasiakan)
NTG                    : κρύβω (merahasiakan)
Keputusan          : Yang mendekati NTG adalah NIV
Ayat 26
LAI                      : Memungut
Bibel                    : Papunguhon (Mengumpulkan)
NIV                      : Collect (Mengumpulkan)
NTG                    : συγκεντρώνουν (Mengumpulkan)
Keputusan          : Yang mendekati NTG adalah Bibel dan NIV
Ayat 27                : Tidak ada perbedaan yang signifikan
Ayat 28
LAI                      : Mempunyai
Bibel                    : Mameop (Memegang)
NIV                      : Have (Mempunyai)
NTG                    : κρατήστε (Memegang)
Keputusan          : Yang mendekati NTG adalah Bibel
Ayat 29
LAI                      : Berkelimpahan
Bibel                    : Marlobilobi (Berlebih-lebihan)
NIV                      : Abundants (Berlimpah-limpah)
NTG                    : αφθονούν (Berlimpah-limpah)
Keputusan          : Yang mendekati NTG adalah NIV
Ayat 30
LAI                      : Campakkanlah
Bibel                    : Pabali Hamu ( Lemparkan kalian)
NIV                      : Dump it (Campakkanlah)
NTG                    : θα ρίξει (Lemparkan Kalian)
Keputusan          : Yang mendekati NTG adalah Bibel
2.6.2.      Kritik Apparatus
Ayat 15-16:
“Didalam Kritik Apparatus mengapit sebuah huruf yang menunjukkan mendekati tingkat keaslian dari bacaan yang diadopsi didalam teks yang mengusulkan kata ἀπεδήμησεν εὐθέως πορευθείς yang berarti “Dia Melakukannya” dari London:Sinaiticus dengan bacaan dari tulisan manuskrip yang asli versi latin lama pada abad VIII/IX edisi Aland dalam satu revisi dari tradisi Georgian didalam Injil, Kisah Para Rasul, dan surat-surat Paulus dari Bapa Gereja Origenes.
Keputusan: Penafsir menolak Kritik Apparatus karena tidak jelas letak yang mau dikritik dan memperkabur makna teks.

2.6.3.      Terjemahan Akhir
Ayat 14: “Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau perjalanan ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka”.
Ayat 15: “Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kekuatannya, lalu ia berangkat”.
Ayat 16: “Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta”.
Ayat 17: “Hamba yang menerima dua talenta itu pun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta”.
Ayat 18: “Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya”.
Ayat 19: “Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu melaksanakan perhitungan dengan mereka”.
Ayat 20: “Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta”.
Ayat 21: “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbutanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan menyerahkan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu”.
Ayat 22: “Lalu datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh dua talenta”.
Ayat 23: “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hambaku yang baik dan setia, engakau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah  dalam kebahagiaan tuanmu”.
Ayat 24: “Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam”.
Ayat 25: “Karena itu aku takut dan pergi merahasiakan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!”.
Ayat 26: “Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan mengumpulkan dari tempat di mana aku tidak menanam?”.
Ayat 27: “Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya”.
Ayat 28: “Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang memegang sepuluh talenta itu”.
Ayat 29: “Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berlimpah-limpah. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya”.
Ayat 30: “Dan lemparkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi”.
2.7.                Tafsiran
Ayat 14-15:
Dalam teks terjemahan LAI terdapat kalimat “sebab hal kerajaan Surga sama seperti…” (25:14). Namun di dalam teks bahasa aslinya tidak ada kata “hal kerajaan Surga,” bagian tersebut ditambahkan karena penafsiran LAI terhadap hubungan antara perumpamaan gadis-gadis bijaksana dan bodoh dengan perumpamaan tentang talenta. Hal ini didukung juga oleh kata sambung “sebab/ γαρ” (baca: gar) pada awal ayat 14 untuk menunjukkan kesinambungan cerita. Tetapi kedua perumpamaan bukanlah satu kesatuan (satu ilustrasi) melainkan 2 ilustrasi berbeda yang masih memiliki tema yang sama. Sehingga sama seperti perumpamaan sebelumnya maka perumpamaan tentang talenta merupakan salah satu perumpamaan yang menganalogikan hal kerajaan surga dalam konteks akhir zaman.[28]
Kerajaan Surga dikomparasikan (atau diperbandingkan) dengan seseorang yang akan pergi melakukan perjalanan. Ia memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan kepada mereka hartanya kepada mereka. Harta tersebut diberikan dalam satuan talenta. Masing-masing 5, 2 dan 1 talenta. Harta tersebut tidak diberikan tetapi hanya dipercayakan untuk dikerjakan. Jumlah yang berbeda ini sebenarnya membawa pesan yang cukup kuat dalam keseluruhan perumpamaan. Mengapa masing-masing hamba tidak diberikan jumlah yang sama, bukankah memberikan jumlah yang sama lebih berkesan adil dari pada berbeda-beda? Perumpamaan ini juga tidak mengatakan bahwa hamba-hamba tersebut mempunyai jabatan yang berbeda-beda. Kalimat kunci yang memberikan petunjuk bagi masalah ini adalah “masing-masing menurut kesanggupannya.” Ternyata tuan tersebut mengenal masing-masing hamba dan ia mempercayakan talentanya, yakni hartanya sendiri, dengan tujuan agar hamba-hambanya mengelola harta yang dipercayakannya tersebut. Jika tujuannya adalah mengelola maka yang dipercayakan juga harus sesuai dengan kemampuan hamba-hamba itu untuk mengelola. Jumlah talenta yang diberikan adalah manifestasi dari kapasitas hamba-hamba tuan itu untuk mengelola hartanya.
Talenta bukanlah suatu satuan mata uang melainkan satuan berat atau timbangan. Talenta adalah ukuran timbangan yang setara dengan 34 kg. Satu talenta emas tentu saja berbeda nilainya dengan satu talenta perak, jadi nilainya sangat tergantung pada jenis logam apa yang ditimbang tersebut. Konversi talenta ke mata uang juga sangat beragam dari waktu ke waktu dan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Beberap ahli memperkirakan dalam konteks ini jumlah 5, 2 dan 1 talenta itu sama dengan 50.000, 20.000 dan 10.000 dinar. Nilai terendah (1 talenta) dari uang yang dipercayakan tuan itu kepada hmab-hambanya sama dengan sejumlah uang yang diperoleh dari hasil kerja selama 10.000 hari. Jika upah kerja sehari sekarang ini dianggap Rp. 50.000 maka nilai 1 talenta sama dengan Rp. 500.000.000 (½ Miliar). Suatu jumlah angka yang tidak sedikit untuk memulai suatu usaha.[29]
Ayat 16-17:
Hamba pertama dan kedua memiliki kisah-kisah yang serupa dan cenderung ditulis dalam kalimat-kalimat yang bisa dikatakan persis sama. Kedua hamba ini dipercayakan 5 dan 2 talenta. Setelah mendapatkan kepercayaan 5 talenta, hamba pertama langsung pergi. Alkitab NASB (New American Standart Bible) menerjemahkan immediately (dengan segera) untuk menunjukkan bahwa hamba yang pertama itu mengerti apa yang diinginkan oleh tuannya. Ia pergi segera untuk menjalakan uang tersebut. Kata “menjalankan” dalam bahasa aslinya adalah ergazomai yang sebenarnya lebih tepat diterjemahkan “bekerja/ mengerjakan.” Jadi hamba yang pertama pergi untuk mengerjakan sejumlah talenta yang diberikan kepadanya. Narasi perumpamaan ini tidak mengatakan berapa lama hamba ini mengerjakan talenta yang diberikan kepadanya itu namun yang jelas pada waktu tertentu talenta yang tadinya 5 telah berlaba dan menghasilkan 5 talenta lagi sehingga jumlah harta yang ada di tangan hamba pertama menjadi 10 talenta.[30]
Hamba kedua melakukan hal yang persis sama dengan hamba pertama. Jadi ia juga langsung pergi dan mengerjakan 2 talenta yang dipercayakan kepadanya. Hasil yang diterima oleh hamba yang kedua juga sama dengan hamba yang pertama, ketika ia mengerjakan talenta yang dipercayakan kepadanya ia mendapatkan laba 2 talenta dan jumlah harta yang ada di tangannya sekarang adalah 4 talenta.
Setelah mengerjakan harta yang dipercayakan hamba pertama mendapatkan 5 talenta dan hamba kedua menghasilkan 2 talenta, berbeda secara jumlah secara signifikan dengan hamba yang pertama. Namun secara persentase, jumlah laba yang dihasilkan hamba pertama dan hamba kedua sama besar, yakni 100% (dipercayakan 5 mendapat laba 5, dipercayakan 2 mendapat laba 2).
Pada waktu tuan mereka datang kembali, ia membuat perhitungan dengan hamba-hambanya. Hamba pertama dan kedua menghadap dengan membawa talenta yang dipercayakan kepada mereka beserta dengan labanya. Jadi hamba pertama membawa 10 talenta dan hamba kedua 4 talenta. Apa respon tuan mereka? Dari seluruh kalimat yang diucapkan oleh tuan tersebut klausa terpenting yang memberikan pesan kunci tentang apa yang telah dikerjakan oleh hamba-hamba tersebut adalah “hamba yang baik dan setia.” Kata “baik dan setia” tidak bisa dipisahkan karena kedua kata tersebut mempunyai pesan yang sama. Baik yang dimaksud adalah karena mereka setia kepada perkara yang dipercayakan kepada mereka. Tuan tersebut mengatakan bahwa perkara itu adalah perkara kecil karena ia akan mempercayakan mereka perkara yang besar. Sikap setia pada perkara kecil adalah sikap yang baik. Kesetiaan dan kebaikan mereka mendapatkan buah yang lain yaitu kepercayaan untuk perkara-perkara besar. Baik hamba pertama dan hamba kedua mendapatkan kepercayaan perkara besar yang sama.
Ayat 24-30:
Kontras dengan hamba pertama dan kedua, hamba ketiga ini tidak pergi menjalankan 1 talenta yang dipercayakan kepadanya. Sebaliknya ia pergi menggali lobang dan menyimpan yang itu di sana sehingga talenta itu tidak berlaba, jumlahnya tetap sama. Pada waktu tuannya datang, yang lain mengembalikan 2x lipat, ia hanya mengembalikan sejumlah yang diberikan oleh tuannya. Mengapa hamba ketiga gagal dalam kepercayaan yang diberikan kepadanya? Jawabannya tersirat dalam jawabannya hamba ketiga ini dan respon tuannya.
Berbeda dengan dua hamba yang lain, hamba ketiga tidak memulai dialog dengan menjelaskan bagaimana keberadaan harta yang telah dipercayakan tuannya itu kepadanya. Ia justru memulainya dengan memberikan sebuah pembenaran atas apa yang sudah ia lakukan terhadap talenta yang dipercayakan kepadanya. Ia mengatakan bahwa ia tahu bahwa tuannya itu adalah seorang yang kejam skleros. Kata yang hanya digunakan oleh Matius. Kejam yang dimaksud oleh hamba ketiga ini lebih lanjut dijelaskan dalam 2 hal. Tuan itu kejam karena dia (a) menuai di tempat di mana tuan tidak menabur, dan (b) memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam. Jika diperhatikan dengan seksama sebenarnya kedua ini memiliki arti yang sinonim karena kata-kata yang digunakan bersifat paralel; menuai = memungut, menabur = menanam. Ia salah mengerti mengenai tuannya. Ia tidak mengenal siapa tuannya dan apa maksud tuannya mempercayakan harta 1 talenta itu kepadanya. Itulah sebabnya ia memutuskan untuk menanam saja uang tersebut dan kemudian mengembalikan talenta itu utuh kepada tuannya, tidak kurang dan tidak lebih. Ia melihat tuannya itu sebagai tuan yang kejam, yang bersikap picik dan hanya memanfaatkan dirinya, itulah sebabnya ia tidak mengerjakannya. Perumpamaan ini tidak mengatakan bahwa hamba ketiga ini iri hati kepada 2 hamba yang lain karena mereka diberikan lebih banyak dari pada dirinya. Jadi kegagalan hamba ketiga ini bukan disebabkan karena ia tidak puas dengan pembagian 5, 2 dan 1.[31]
Hamba ketiga gagal melabakan talenta yang diberikan kepadanya. Jika hamba ketiga tidak bisa menghasilkan 1 talenta dari apa yang diharapkan dari padanya, apakah tuannya kurang mengenal hamba tersebut sehingga salah perhitungan dengan memberikannya 1 talenta? Jawabannya adalah sebaliknya! Hamba ketiga ini sebenarnya mampu menghasilkan laba 1 talenta lagi sehingga sepulangnya tuan mereka dari perjalanan ia memiliki 2 talenta di tangan. Kemampuannya 1 talenta tetapi menghasilkan 0, maka tuannya mengatakan “engkau hamba yang jahat dan malas.” Sama seperti kasus dua hamba yang lain, kata jahat dan malas merupakan satu kesatuan, jahat berarti ia malas mengerjakan apa yang dipercayakan kepadanya. Ia tidak perlu menghasilkan 5 atau 2 talenta, tuannya tidak meminta sejumlah demikian. Ia diberikan 1 karena ia pasti mampu menghasilkan 1 talenta lagi, di mata tuannya hamba ketiga ini adalah hamba yang malas tidak dapat dipercaya, tidak mau maksimal oleh karena itu ia tidak akan dipercayakan perkara-perkara yang besar karena hanya dengan perkara yang kecil saja ia tidak beres.
2.8.                Scopus
Lakukanlah pelayanan dengan penuh ikhlas tanpa mengharapkan imbalan yang besar. Kalau kita memperoleh penghasilan yang banyak harus bekerja yang giat dan berusaha.

III.             Refleksi Teologis
Dalam Injil Matius 25:14-30, perumpamaan tentang talenta, kita diajar untuk mengerti arti talenta yang ingin disampaikan oleh Yesus, kita diajar untuk melihat bagaimana cara kita menyikapi talenta yang ada pada kita. Dalam perumpamaan tentang talenta ini Yesus bukan ingin berbicara semata-mata tentang talenta dalam arti ukuran uang 6000 dinar, Yesus menggunakan perumpaman talenta untuk menjelaskan tugas dan tanggung jawab kita sebagai hamba dalam konteks kerajaan Allah. Ada beberapa hal pokok yang bisa kita pelajari dari perumpamaan tentang talenta yang ada dalam Injil Matius 25:14-30 ini, yang pertama, Yesus ingin mengatakan bahwa sesungguhnya setiap orang diberikan talenta, tidak ada satupun orang yang tidak diberikan talenta olehNya. Dalam I Korintus 12:11 mengatakan “tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia pada tiap-tiap orang secara khusus seperti yang dikehendakiNya”. Jadi jelas, Dia memberikan talenta kepada tiap-tiap orang, tidak ada seorangpun yang tidak diberikanNya talenta.
Yang kedua, setiap talenta itu berasal dari Tuhan, Dia yangmemberikan talenta itu kepada kita, kita tidak dapat memaksa dan memerintah Dia untuk memberikan talenta sesuai dengan keinginan atau ambisi kita. Dia yang mempunyai talenta maka sepenuhnya Dia yang berkuasa untuk menentukan dan memberikan talenta itu kepada kita. Tapi satu hal yang pasti, Dia mengetahui kemampuan kita sehingga Dia memberikan karunia talenta itu sesuai dengan kemampuan kita masing-masing, Matius 25:15 “yang seorang diberikanNya lima talenta, yang seorang lagi dua, dan yang seorang lagi satu, masing-masing menurut kemampuannya”.
Yang ketiga,Dia tidak hanya menitipkan hartanya atau talentaNya begitu saja, Dia menuntut tanggung jawab kita untuk menggunakan dan mengembangkan talenta yang di berikanNya kepada kita. Dia tidak melihat jumlah dari yang kita dapatkan, tapi Dia melihat bagaimana sikap dan tanggung jawab kita untuk menggunakan talenta yang telah Dia berikan untuk kita. Mat 25:21 “maka kata tuannya itu kepadanya, baik sekali perbuatanmu itu hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia dalam perkara kecil, Aku akan memberikan padamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu”.
Yang keempat, setiap orang yang tidak menggunakan dan mengembangkan talenta yang telah diberikan kepadanya dengan benar, maka talenta yang telah diberikan dan yang ada padanya akan diambil daripadanya, Matius 25:29 “karena setiap orang yang mempunyai kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil daripadanya”.
Yang kelima, talenta yang diberikanNya kepada kita itu mempunyai maksud, yaitu untuk memperluas kerajaanNya, Matius 25:27b “supaya sekembalinya aku menerimanya serta dengan bunganya”.
Tuhan memberikan kita talenta sebagai alat untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaanNya di dunia, apapun juga talenta yang diberikanNya kepada kita haruslah kita pergunakan dengan tujuan untuk membangun kerajaanNya dan membangun sesama kita, I Korintus 14:26 “jadi bagaimana sekarang saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu. Yang seorang pemazmur, yang lain pengajar, atau pernyataan Allah atau karunia berbahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun”.
Dengan demikian sekarang kita telah mengetahui arti talenta yang dimaksudkan dalam perumpamaan talenta tadi. Talenta adalah segala sesuatu yang diberikan Allah kepada kita sebagai anugerah dalam rangka memperlebar kerajaan Allah, talenta yang telah diberikan kepada kita bukan untuk kita simpan ataupun kita pergunakan untuk kesenangan pribadi atauambisi pribadi kita, melainkan harus kita pergunakan untuk pekerjaan-pekerjaan Allah didunia.
IV.             Kesimpulan
Sejak awal, pada waktu ia pergi, tuan itu telah merencanakan untuk memberikan kepercayaan yang besar kepada hamba-hambanya. Dipercayakan 5, 2 dan 1 talenta adalah perkara kecil, meskipun secara nilai, harta sejumlah itu sangat besar. Mengelola dan mengerjakan talenta-talenta itu adalah ujian apakah mereka layak untuk mendapatkan atau dipercayakan perkara-perkara yang besar. Yang dituntut bukanlah angka tetapi sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dua hamba pertama menunjukkan kualitas diri mereka bahwa mereka adalah hamba-hamaba yang baik dan setia, mereka mampu menghasilkan talenta sejumlah kemampuan mereka.
Apabila semua hamba dipercayakan sama banyak, misalnya masing-masing diberikan 10 talenta, apakah ketiga hamba itu akan menghasilkan masing-masing 10 talenta? Jawabannya “tidak.” Karena seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa tuan mereka memberikan talenta-talenta itu berdasarkan kemampuan mereka untuk mengelolanya. Hamba pertama diberikan 5 talenta karena kemampuannya adalah menghasilkan laba 5 talenta, jika ia dipercayakan kurang dari 5 talenta maka ia tidak akan maksimal. Demikian pula halnya dengan hamba kedua dipercayakan 2 talenta karena dengan jumlah demikian ia bisa maksimal, yakni menghasilkan 2.
Konsep talenta ini seharusnya membuat orang-orang percaya tidak saling cemburu karena beberapa orang mengerjakan banyak perkara yang besar sementara sebagian lagi hanya mengerjakan pekerjaan yang sederhana. Sebagian orang Kristen diberikan karunia yang luar biasa sehingga mereka dapat melakukan banyak hal dengan sangat baik tetapi sebagian lagi hanya bisa mengerjakan sedikit. Tuhan selalu memberikan pelayanan berdasarkan kemampuan orang tersebut untuk mengerjakannya dengan baik. Oleh karena itu orang yang dipercayakan banyak harus bekerja lebih keras dan orang-orang yang dipercayakan hanya sedikit tidak boleh merasa diri kecil. Setiap orang memiliki bagiannya sendiri-sendiri karena itu setipa orang percaya harus menggumulkan apa yang menjadi bagiannya dan mengerjakannya dengan setia sampai waktu yang dipercayakan itu selesai.

V.                Daftar Pustaka
B.F Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar, Jakarta: 1986
Barclay William, Pemahaman Alkitab Setiap Hari Matius 1-10, Jakarta: BPK-GM, 1993
Benyamin Hakh Samuel, Pemberian Tentang Yesus menurut Injil-injil Sinoptik
Bray Gerald, Biblical Interpretation Past and Present, England: Intervarsity Press, 1996
Browning W.R.F., Kamus Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2007
C. Tenney Merril, Survey Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2006
C.S. Mann dan Albright, W.F., "Matthew." The Anchor Bible Series, New York: Doubleday & Company, 1971
Drane Jhon, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 1998
Duyverman M.E., Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 2003
Groenen C., Pangantar Ke Dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 2002
Gundry Robert, Matthew a Commentary on his Literary and Theological Art, Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 1982
Hayes John H dan Carl R. Holiday, Biblical Exegesis, Atlanta: John Knox Press, 1982
Hill David, The Gospel of Matthew, Grand Rapids: Eerdmans, 1981
Khomeni Imam, Palestina Dalam Pandangan Imam Khoemi, Jakarta: Pustaka Zahra, 2004
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Malang: Gandum Mas, 2000
Owen John, A commentary, critical, expository and practical, on the Gospels of Matthew and Mark, New York: Leavitt and Allen, 1857
Pasaribu Marulak, Eksposisi Injil Sinoptik, Malang: Gandum Mas, 2005
R.T France, The Gospel According to Matthew: an Introduction and Commentary, Leicester: Inter-Varsity, 1985
Sitompul A.A., Metode Penafsiran Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2004


[1]John H. Hayes dan Carl R. Holiday, Biblical Exegesis, (Atlanta: John Knox Press, 1982), 53
[2]Gerald Bray, Biblical Interpretation Past and Present, (England: Intervarsity Press, 1996), 23
[3]W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2007), 219
[4]A.A. Sitompul, Metode Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 214
[5]M.E. Duyverman, Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 50
[6]M.E. Duyverman, Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru, 54
[7]Merril C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 2006), 33
[8]M.E. Duyverman, Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru, 53
[9]William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari Matius 1-10, (Jakarta: BPK-GM, 1993), 9
[10]Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang: Gandum Mas, 2000), 1496
[11]Merril C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, 160-161
[12]M.E. Duyverman, Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru, 44
[13]Drewes B.F, Satu Injil Tiga Pekabar, (Jakarta: 1986), 25
[14]Samuel Benyamin Hakh, Pemberian Tentang Yesus menurut Injil-injil Sinoptik, 11-13
[15]Lembaga Alkitab Indonesia, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 55
[16]Marulak Pasaribu, Eksposisi Injil Sinoptik, (Malang: Gandum Mas, 2005), 143-145
[17] John Owen, A commentary, critical, expository and practical, on the Gospels of Matthew and Mark, (New York: Leavitt and Allen, 1857), 398
[18]Merril C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 2006), 81
[19]Merril C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, 101
[20]C. Groenen, Pangantar Ke Dalam Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 2002), 64
[21]Imam Khomeni, Palestina Dalam Pandangan Imam Khoemi, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004), 5
[22]Merril C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, 12
[23]Merril C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, 59-77
[24]C. Groenen, Pangantar Ke Dalam Perjanjian Baru, 55
[25]Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 1998), 218
[26]C. Groenen, Pangantar Ke Dalam Perjanjian Baru, 36
[27]Merril C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, 73-77
[28]Albright, W.F. and C.S. Mann, "Matthew." The Anchor Bible Series, (New York: Doubleday & Company, 1971), 58
[29]Robert Gundry, Matthew a Commentary on his Literary and Theological Art, (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 1982), 127
[30]David Hill, The Gospel of Matthew, (Grand Rapids: Eerdmans, 1981), 279
[31]France, R.T, The Gospel According to Matthew: an Introduction and Commentary, (Leicester: Inter-Varsity, 1985), 201

Teologi Praktika

Pemahaman Hidup Persekutuan Gereja (Koinonia) I.                    Pendahuluan Gereja merupakan tempat persekutuan untuk orang perca...